Pemandangan yang sering terjadi dan mungkin juga ukhti jumpai, pernah saya menanyakannya kepada kawan saya itu, mengapa anda melakukannya ya ukhti? beliau menjawab bahwa itu adalah untuk memuliakan Al-Qur\'an.
Pada saat itu saya pun merenung...hmm... untuk memuliakan Al-qur\'an? rasa penasaran ingin mengetahui dalilnya apakah memang ada contohnya dari Rasulullah shalallahu alaihi wassalam atau setidaknya adakah sahabat beliau yang melakukannya menuntun saya untuk mencari sumbernya hingga akhirnya Alhamdulillah saya menemukan jawabannya lewat buku kecil yang isinya sarat dengan ilmu. Inilah dia jawabannya
Pertanyaan :Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Apa hukumnya mencium mushaf Al-Qur\'an yang sering dilakukan oleh sebagian kaum muslimin ?
Jawaban:Kami yakin perbuatan seperti ini masuk dalam keumuman hadits-hadits tentang bid\'ah. Diantaranya hadits yang sangat terkenal.
Seandainya mencium mushaf itu baik dan benar, tentu sudah dilakukan oleh orang yang paling tahu tentang kebaikan dan kebenaran, yaitu Rasulullah ? dan para sahabat, sebagaimana kaidah yang dipegang oleh para ulama salaf.
Pandangan berikutnya adalah, \'\'Apakah hukum asal mencium mushaf itu boleh atau dilarang?\'\' Ada sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang sangat pantas untuk kita renungkan. Dari hadits ini insya Allah kita bisa tahu betapa kaum muslimin hari ini sangat jauh berbeda dengan para pendahulu mereka (salafush shalih) dalam hal memahami agama dan dalam menyikapi perkara-perkara ibadah yang tidak dicontohkan oleh Rasul Shallallahu \'alaihi wa sallam.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh \'Abis bin Rabi\'ah, dia berkata : \'\'Aku melihat Umar bin Kahthtab Radhiyallahu ;anhu mencium Hajar Aswad dan berkata.
Lalu sekarang ... bolehkan kita mencium mushaf Al-Qur\'an dengan alasan untuk menghormati dan memuliakan-Nya sementara tidak ada dalil bahwa Rasulullah Shallallahu \'alaihi wa sallam dan para sahabat mencium mushaf ? Kalau cara beragama kita mengikuti para sahabat, tentu kita tidak akan mau mencium mushaf itu karena perbuatan tersebut tidak ada dalilnya \r\n(tidak ada contoh dari Rasul Shallallahu \'alaihi wa sallam). Tapi kalau cara \r\nberagama kita mengikuti selera dan akal kita serta hawa nafsu, maka kita akan \r\nberani melakukan apa saja yang penting masuk akal.
Contoh kedua adalah ketika Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu \'anhuma bersepakat untuk mengumpulkan Al-Qur\'an dalam satu mushaf. Lalu mereka berdua menyerahkan \r\ntugas ini kepada Zaid bin Tsabit. Bagaimana komentar dan sikap Zaid ? Dia \r\nberkata, \'\'Bagaimana kalian akan melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan \r\noleh Rasulullah Shallallahu \'alaihi wa sallam ?\'\' Begitulah para sahabat \r\nsemuanya selalu melihat contoh dari Rasul Shallallahu \'alaihi wa sallam dalam \r\nsemua urusan agama mereka. Sayang sekali semangat seperti ini tidak dimiliki \r\noleh sebagian besar kaum muslimin hari ini.
Rasulullah Shallallahu \'alaihi wa sallam adalah orang yang paling berhak dan paling tahu bagaimana cara memuliakan Al-Qur\'an. Tapi beliau tak pernah mencium Al-Qur\'an. Sebagian orang jahil mengatakan, \'\'Kenapa mencium mushaf tidak boleh dengan alasan tidak ada contoh dari \r\nRasul? Kalau begitu kita tidak boleh naik mobil, naik pesawat, dan lain-lain, \r\nkarena tidak ada contohnya dari Rasul ...?\'\'Ketahuilah bahwa bid\'ah yang sesat (yang tidak ada contohnya dari Rasulullah Shallallahu \'alaihi wa sallam) hanya ada dalam masalah agama. Adapun masalah dunia, hukum asalnya semuanya mubah (boleh), \r\nkecuali yang dilarang oleh Allah dan Rasul Shallallahu \'alaihi wa sallam.
Maka seorang yang naik pesawat dalam rangka menunaikan ibadah haji ke Baitullah adalah boleh, walaupun naik pesawat untuk pergi haji itu belum pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu \'alaihi wa sallam. Yang tidak boleh adalah naik pesawat untuk pergi haji ke Negeri Barat. Ini jelas bid\'ah, karena haji itu \r\nmasalah agama yang harus mencontoh Rasul Shallallahu \'alahi wa sallam di dalam \r\npelaksanaannya, yaitu dilaksanakan di Makkah dan tidak boleh di tempat lain.Maka perkara ibadah adalah semua perkara yang dilakukan dengan tujuan ber-taqarrub (mendekatkan diri ) kepada Allah dan kita tidak boleh ber-taqarrub kepada Allah kecuali dengan \r\nsesuatu yang telah disyariatkan oleh Allah.
Untuk memahami dan menguatkan hadits, \'\'Setiap bid\'ah adalah sesat\'\', ada sebuah kaidah yang datang dari para ulama salaf.
Demikianlah orang-orang yang melaksanakan sunnah, dia akan jauh dari bid\'ah. Sebaliknya orang-orang yang melakukan bid\'ah, dia pasti akan jauh dari sunnah. Maka tepat sekali kaidah di atas : \'\'Jika bid\'ah sudah \r\nmerajalela, sunnah pasti akan mati\'\'.Ada contoh lain lagi. Di beberapa tempat, banyak orang yang sengaja berdiri ketika mereka mendengar adzan.Padahal di antara mereka ini adalah orang-orang fasik yang \r\nselalu berbuat maksiat.
Ketika mereka ditanya : \'\'Kenapa Anda berdiri ?\'\' Jawab \r\nmereka : \'\'Untuk mengagungkan Allah\'\'. Begitulah cara mereka mengagungkan Allah \r\ndengan cara yang salah, kemudian setelah itu mereka tidak pergi ke masjid untuk \r\nshalat berjama\'ah tetapi malah kembali bermain kartu atau catur, dan mereka \r\nmerasa telah mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta\'ala.Dari mana ceritanya sampai \r\nmereka berbuat demikian? Jawabannya adalah dari sebuah hadits plasu, bahkan \r\nhadits yang tidak ada asal-usulnya, yaitu.
Jadi yang sebenarnya hadits tersebut berbunyi:
Oleh karena itu tidak boleh tidak, kita harus membatasi \r\ndiri kita dalam ketaatan dan peribadatan kepada Allah hanya dengan sesuatu yang \r\ntelah disyariatkan oleh Allah. Jangan kita tambah-tambah syariat Allah tersebut, \r\nwalaupun satu huruf. Sebab Rasulullah Shallallahu \'alaihi wa sallam telah \r\nbersabda.
Pantaskah \r\nmasalah sekecil ini dikatakan sesat dan pelakunya akan masuk neraka ?\'\'
Kalimat yang berbau syubhat ini telah dibantah oleh Imam Syatibi : \'\'Sekecil apapun bid\'ah itu, dia tetap sesat. Jangan kita melihat bid\'ah itu hanya wujud bid\'ahnya saja (seperti mencium mushaf, berdiri ketika mendengar adzan, ushollii, adzan untuk mayit, dan seterusnya -pent-), tetapi mari kita lihat, mau dikemanakan perbuatan-perbuatan bid\'ah yang menurut kita kecil \r\ndan sepele itu?Ternyata perbuatan ini akan dimassukkan ke dalam sesuatu yang \r\nbesar, agung, mulia dan sempurna yaitu ajaran Islam yang datangnya dari Allah \r\ndan Rasul-Nya Shallallahu \'alaihi wa sallam. Seolah-olah ajaran Allah dan Rasul-Nya Shallallahu \'alaihi wa sallam itu belum begitu baik dan belum begitu sempurna sehingga masih perlu diperbaiki dan disempurnakan dengan bid\'ah-bid\'ah tersebut. Dari sini sangat pantas kalau bid\'ah itu dinilai sebagai perbuatan sesat.
Disalin kitab Kaifa Yajibu \'Alaina Annufasirral Qur\'anal Karim, edisi Indonesia Tanya Jawab Dalam Memahami Isi Al-Qur\'an, Penulis Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Pustaka At-Tauhid, penerjemah Abu Abdul Aziz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar