Senin, 18 November 2013

Nasehat Syaikh Mustafa Al-Adawi Buat Para Istri

  • Apakah engkau rugi bila menemui suamimu dengan wajah berseri dan senyuman?!!
  • Apakah berat bila engkau mengusap debu di wajah, kepala dan pakaiannya, dan engkau menciumnya?!!
  •  Aku pikir tidaklah berat bila engkau tidak duduk sampai suamimu masuk dan duduk!! 
  • Tidaklah sukar bila engkau mengucapkan padanya ''Alhamdulilah atas keselamatanmu, kami telah rindu menanti kedatanganmu, selamat datang.''
  •  Berdandanlah untuk suamimu -dan lakukanlah hal ini karena mengharap pahala dari Allah- sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. 
  • Pakailah parfum, celak, dan baju yang terbaik untuk menyambut kedatangan suamimu.
  • Hindarilah olehmu kesedihan.
  • Janganlah engkau condong dan mendengar omongan orang yang mau merusak keutuhan rumah tanggamu.
  • Janganlah selalu gundah gulana, tetapi berlindunglah pada Allah dari perasaan gundah gulana, lemah kepribadian, dan malas.
  • Janganlah engkau merendahkan suaramu dihadapan laki-laki asing nanti ia akan berniat yang bukan-bukan terhadapmu.
  • Jadilah orang yang selalu lapang dada, berpikirlah jernih dan tenang, serta senantiasa mengingat Allah pada setiap masa.
  • Hiburlah suamimu sehingga meringankan kepenatan, sakit, musibah, dan kesedihan.
  • Anjurkan suamimu berbuat baik kepada kedua orang tuanya.
  • Didiklah anak-anak dengan baik dan penuhilah rumahmu dengan tasbih tahmid, takbir, dan tahlil, serta perbanyaklah bacaan Al Qur'an, terutama surat Al Baqarah, karena ia dapat mengusir setan.
  • Lepaslah dari rumahmu gambar-gambar bernyawa, alat-alat musik dan permainan yang merusak.
  • Bangunkanlah suami untuk sholat malam
  • Berilah semangat untuk puasa sunnah
  • Ingatkanlah akan keutamaan infak, Dan jangan cegah suamimu dari silaturahmi
  • Perbanyaklah istighfar untuk dirimu, suamimu, orang tua, dan kaum muslimin.
  • Mohonlah kepada Allah tuk mendapatkan anak yang shalih,niat yang ikhlas dan kebaikan dunia serta akhirat.
    ketahuilah Rabbmu mendengar doamu dan mencintai orang-orang yang suka berdoa:
    ''Dan berkata Tuhanmu, berdoalah rnkepada-Ku niscaya Aku kabulkan.'' (Ghaafir:60)
==
dari: Romantika Pergaulan Suami Istri, Syaikh Musthofa al 'Adawi; rnkerjasama Media Hidayah dan Pustaka al-Haura; hal.213-215
"Seindah-indah perhiasan adalah wanita sholehah"

Rabu, 06 November 2013

Muhasabah hari ini...



Tak seorang pun sempurna.
Mereka yang mau belajar dari kesalahan adalah bijak.
Menyedihkan melihat orang berkeras bahwa mereka benar meskipun terbukti salah..

Bila kita mengisi hati kita dengan penyesalan untuk masa lalu dan kekhawatiran untuk masa depan,kita tak memiliki hari ini untuk kita syukuri.


Pikiran yang terbuka dan mulut yang tertutup, merupakan suatu kombinasi kebahagiaan.

Semakin banyak Anda berbicara tentang diri sendiri,
semakin banyak pula kemungkinan untuk Anda berbohong.
Jika Anda tidak bisa menjadi orang pandai, jadilah orang yang baik.


Iri hati yang ditunjukan kepada seseorang akan melukai diri sendiri.
Anda cuma bisa hidup sekali saja di dunia ini,
tetapi jika anda hidup dengan benar,
sekali saja sudah cukup.

SALAM UKHUWAH


BENARKAH CINTAKU KARENA ALLAH SEMATA...?






 Oleh : Eva Emelya Saidah

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Sebuah pesan dikirim; “Ukhti, ana uhibbuki fillah…”. Ditempat yang lain tersimpan pula pesan seorang ikhwa kepada ikhwa yang lain; “ akhi, gimana kabarnya…? Semoga tetap semangat dalam da’wah.. uhibbukafillah..!”.

Sungguh terasa bahagia rasanya menerima pesan atau kata-kata ‘mahabbah’ dari seseorang, bahkan kita menyimpannya di draf karena terukir kata ‘uhibbu..’. Namun pernahkah kita menengok sejenak sejauh mana kualitas keikhlasan Mahabbah  ini. 

Sadarkah kita, mungkin ia hanya sebuah ungkapan terimakasih biasa, sekedar membalas pesan saja, atau hanya buah keisengan mengutak-ngatik HP, ingin tahu kabar seseorang yang sebenarnya tak begitu penting. Atau hanya sebuah trend dan tradisi dikalangan anak-anak Rohis dan aktifis Da’wah..??

Yah, ironis memang, namun itulah fenomena sebagian dari kita yang mengaku cinta seseorang karena Allah semata. Kata-kata memang kadang tak selalu sejalan dengan perbuatan atau amalan sehari-hari. Entah harus berdalih apa namun ada saja kita dapatkan pengingkaran dari rasa ini ketika ia membutuhkan realisasinya. Bahkan tak sedikit yang kecewa karena mahabbah  ini ternyata hanya sebuah ungkapan tak bernilai apa-apa.
Seorang akhwat harus bersabar saat ia menerima perlakuan dan ketidakperhatian dari saudarinya saat ia membutuhkan pertolongan pinjaman sedikit uang untuk sebuah kebutuhan mendadak. Sementara saudarinya mampu menolongnya.  Seorang ikhwa mengangkat tangan dan membalikkan tubuhnya saat seorang ikhwa lainnya terhimpit hutang yang tak mampu lagi ia usahakan seorang diri. 

Dan mungkin ada pula seorang ikhwa yang membatalkan pernikahannya karena tak ingin menikah dengan akhwat yang tak ‘sempurna’ lagi karena si akhwat tiba-tiba terkena penyakit, tertimpa musibah atau ujian yang sangat berat hingga mengurangi kualitas fisik si akhwat… dan setumpuk masalah lain yang dialami saudara seiman, sepaham, dan semanhaj yang selalu kita hadiahi mahabbah  palsu…

Tak perlu kaget, tentu seseorang pernah mengalaminya, ternyata ia hanya korban mahabbah  tak ikhlas kita. Betapa besar kekecewaan yang kita berikan, teramat perih luka yang kita torehkan, Karena tak dapat realisasi apa-apa dari kita yang katanya paham agama ini, ingin meringankan beban saudara kita sekecil apapun, Cinta karena Allah, semua karena Allah… karena sikap yang tak bertanggungjawab ini ternyata ada segumpal perih dalam hati saudara kita tapi kita tak merasakan apa-apa, tak perlu meminta maaf, kecuali sebuah nasehat kecil ‘sabar’.

Adakah kita tengok kemana pelarian mereka dan pada siapa mereka mendapat mahabbah yang lain…? 

Si akhwat yang membutuhkan dana harus menjual sebagian pakaian dan jilbabnya kesayangannya, tak luput referensi buku-buku syar’i tempat ia mendapat ilmu, dan ‘sedikit’ tak malu mencari pinjaman dari orang-orang yang tak pernah mengucapkan ‘cinta karena Allah’ padanya bahkan sangat menentang da’wahnya sebagai juru da’wah. 

Lain pula cerita si ikhwa yang terlilit hutang, titik akhir dari usahanya ternyata ia dapatkan dari ‘orang luar’ namun dengan syarat iman harus tergadaikan, parahnya lagi bahkan harus rela menghentikan da’wahnya dan keluar dari agamanya, barulah segala beban hutang dan yang lainnya akan diselesaikan dengan mudahnya. Jadilah ia sasaran empuk pemurtadan.

Cerita si ikhwa yang membatalkan pernikahannya dengan seorang akhwat pun tak kalah miris. Karena tak ingin mendapat istri yang tak sempurna fisiknya karena sebuah kecelakaan, ia rela meninggalkan akhwat ini dan mengatakan tak ingin punya istri yang tak ‘sempurna’, sedangkan ia tahu pasti ini adalah musibah dan takdir Allah. Bukankah kesempurnaan adalah milik Allah? Adakah yang menginginkan musibah ini?

Saudariku, kemana cinta yang selalu kita atas namakan Allah? Tak malukah kita menjual nama Rabb kita? Hilangkah rasa itu karena kita tak mengalami dan tak merasakan beban mereka? Adakah hidup kita terlalu sempurna hingga tak ingin melirik saudara kita? Sempatkah terpikir  apabila kita berada diposisi mereka?

Ternyata cinta kita hanya sebuah sejarah dan dongeng belaka. Cinta pada dunia, keindahan, dan kenikmatan sesaatnya tetap kita prioritaskan. Sifat bakhil dan kikir masih bersemi dalam jiwa diantara kobaran semangat berkorban untuk Islam dan saudari kita. Rasa tak mau ambil pusing dengan beban saudara seaqidah dan selalu merasa kurang dengan rezeki serta nikmat yang berlebih dari Allah masih kita rawat. 

Kecintaan pada kesempurnaan fisik dan kenikmatan dunia yang hina ini mengesampingkan iman dan keyakinan jika kita tak akan pernah mendapat kesempurnaan dari dunia ini, kecuali sesaat lalu semu.. kita menukar semua itu dengan timbangan yang kosong di hari kiamat.

Saudariku, lalu dimana perginya ilmu dan keyakinan kita? Bukankah kita selama ini punya tauladan dalam berda’wah, bersikap, berperilaku, dan berakhlak? 

Telah lupakah kita sirah-sirah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, shahabat dan shahabiyah, serta orang-orang yang senantiasa mengikuti beliau?
Kisah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang memberikan jubah merah kesukaannya untuk seseorang hanya karena orang itu memuji keindahan jubahnya. Kerelaannya memberi makan tetangganya sedangkan beliau dan keluarganya sendiri tak punya makanan dirumahnya kecuali gandum kering dan air putih, kadangkala pula harus mengganjal perutnya dengan batu karena menahan lapar. Dan kisah beliau lainnya yang membuat kita harus meneteskan air mata karena kedermawanan beliau.

Atau sebuah kisah tiga orang sahabat yang saling berlomba meminjamkan uang saudaranya yang sedang kesulitan dan tak ingin melihat saudaranya menderita.. Dan kisah-kisah sahabat dan sahabiyah lainnya yang mencerminkan kezuhudan dan qona’ah dalam kesehariannya demi mengharap pahala dan ganti dari Allah semata.

Mungkin perlu pula kita tahu kisah nyata seorang lelaki awam yang memperoleh hidayah karena menikahi akhwat sakit-sakitan, ujian yang tak pernah menjauh dari dirinya, hingga ia harus meregang nyawa karena beban pikiran dan penyakit ganas yang menimpanya… ketegaran dan kesabaran akhwat inilah yang menggerakkan hati seorang laki-laki biasa rela mempersunting wanita yang dipandang oleh orang lain tak bernilai apa-apa, tapi dalam pandangan lelaki ini ia adalah permata dunia yang tak ternilai harganya, tak tergantikan dengan kesempurnaan fisik yang dimilki wanita lainnya. Allah telah menumbuhkan kecintaan yang benar-benar karena Allah, bukan untuk mendapat kesenangan dunia semata.

Sekarang dimanakah segala cinta karena Allah yang selalu kita proklamasikan pada saudara kita? Siapakah sebenarnya taulan kita selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya? Bukankah selama ini beliau dan para Salafusshaleh adalah tauladan kita? 

Ternyata harusnya kita menunduk malu pada orang-orang diluar sana yang tak perlu buang energi dan biaya untuk mengatakan “uhibbukifillah ukhti,… uhibbukafillah akhi”  namun siap berkorban dengan ikhlas membantu dan menolong meski ia tak semanhaj, sepaham, bahkan tak seaqidah dengan kita. Sedangkan kita sendiri hanya punya modal seuntai kata manis diantara kata-kata yang keluar dari bibir dan senyum pahit kita tanpa ingin membuka tangan lalu menawarkan sedikit kedermawanan kita.

Tak ada bentuk muhasabah  terbaik dari semua sikap kita selain berusaha mengamalkan Mahabbah  ini dengan sebenar-benarnya. Memaknai rasa ini dengan semestinya, adakah ia keluar dari hati ini dengan ikhlas tanpa ada unsur lainnya apalagi hanya mementingkan diri sendiri atau mengikuti hawa nafsu yang tak pernah puas.

Akhirnya, yang perlu kita sadari dan takuti bahwa setiap perkataan yang keluar dari bibir ini kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Tak ada sesuatu yang diciptakan Allah akan sia-sia…
“Ya Allah sesungguhnya kami memohon surga kepada-Mu serta perkataan dan perbuatan yang mendekatkan kejalannya; dan kami berlindung kepada-Mu dari neraka serta perkataan dan perbuataan yang mendekatkan kejalannya…”.

Wassalam

Rabu, 29 Mei 2013

Hukum Bertanya dengan Paranormal

Fatwa-fatwa yang terkait dengan masalah aqidah

Tanya : Ayah saya menderita suatu penyakit psikologis. Penyakit itu dideritanya selama beberapa waktu. Selama ini ayah saya berobat ke rumah sakit. Namun beberapa kerabat kami menganjurkan agar ayah berobat kepada seorang perempuan pintar (paranormal). Menurut mereka perempuan itu dapat mengobati penyakit seperti yang diderita oleh ayah saya. Mereka juga mengatakan bahwa saya cukup memberikan nama ayah saya kepada perempuan itu. Pasti ia akan mengetahui penyakit yang diderita ayah saya dan akan memberikan obat untuk menyembuhkannya. Apakah kami boleh datang kepada perempuan tersebut ? 

Jawab : Bertanya atau mempercayai seorang peramal, dukun atau sejenisnya merupakan perbuatan yang terlarang. Seorang peramal atau dukun yang dirinya mengaku mengetahui hal yang ghaib, sebenarnya ia meminta pertolongan jin untuk mengetahui informasi dan untuk menyembuhkan orang-orang yang datang padanya. Oleh karena itu bertanya atau bahkan mempercayainya adalah perbuatan terlarang. Dalam hadits yang sahih diriwayatkan bahwa rasulullah bersabda :
"Apabila seseorang datang ke tukang ramal dan bertanya sesuatu shalatnya tidak diterima selama 40 malam" 

Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda:
"siapa yang datang ke tukang ramal atau dukun dan mempercayai apa yang dikatakan, sungguh ia telah kufur (Ingkar) dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad
shallallahu alai wa sallam." 

Banyak hadits yang semakna dengan hadits tersebut. Oleh karena itu siapa saja dilarang mengunjungi dukun atau paranormal. Mereka tidak boleh dijadikan tempat bertanya atau dipercaya. Mereka harus dibawa ke pihak yang berwajib untuk menerima hukuman yang semestinya (dalam negara yang menerapkan hukum islam). Jika kita membiarkan mereka dan tidak membawanya ke yang berwajib maka hal itu akan merusak masyarakat secara keseluruhan karena mendiamkan mereka sama dengan membantu mereka dalam menipu orang-orang yang tidak mengerti yang bertanya dan mempercayai mereka.

Rasulullah bersabda :
"Barangsiapa yang melihat kemungkaran ia harus mencegahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu harus mengubahnya dengan lisan , jika tidak mampu dengan hati,
dan itulah selemah-lemah iman". (HR. Muslim) 

Tidak diragukan lagi membawa para peramal dan dukun ke pengadilan atau kepada pihak berwenang (di negara islam) yang dilakukan untuk menegakkan kebenaran dan menghancurkan kemungkaran merupakan sebagian upaya merubah kemungkaran dengan lisan. Selain itu hal tersebut merupakan bagian dari sikap tolong menolong dalam kebaikan dan amal saleh. 

Semoga Allah memberkati seluruh kaum muslimin dan melindungi mereka dari segala macam kemungkaran.

Selasa, 30 April 2013

Jejak Fatimah Azzahra Radhiyallahu 'Anha



Fathimah, putri bungsu Rasulullah saw dilahirkan lima tahun sebelum masa kenabian. Ia lahir saat kaum Quraisy membangun kembali Ka'bah. Ketika Ibu dan saudara-saudaranya memeluk Islam, dalam usia yang sangat muda Fathimah juga memeluk Islam. Fathimah tumbuh dalam bimbingan ayah yang berahlak mulia dan ibu yang sangat menjaga kesucian dirinya. Tak heran ia tumbuh menjadi gadis yang mulia.

Ketika kaum muslimin hijrah ke Madinah, Fathimah ikut serta. Lima bulan setelah hijrah, Fathimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib dalam usia delapan belas tahun. Sebelumnya, Abu Bakar shiddiq dan Umar bin Khattab pernah mengajukan lamaran kepada Rasulullah saw tetapi ditolak secara halus. Rasulullah saw menerima lamaran Ali setelah sebelumnya meminta persetujuan Fathimah.

Saat meminang Fathimah, menurut Ikrimah, Rasulullah saw bertanya kepada Ali," Apa yang engkau miliki sebagai mahar?" Ali menjawab," Aku tidak mempunyai apa-apa untuk diberikan sebagai mahar." Beliau berkata lagi, "Bukankah engkau mempunyai baju besi yang aku berikan pada hari anu?" Ali menjawab, "Ya, aku punya."

Kemudian Ali pun memberikan baju besi itu sebagai mahar bagi Fathimah. Ali juga menjual seekor unta dan sebagian barang miliknya senilai 480 dirham. Sebagian uang dibelikannya wangi-wangian, sebagian lagi dibelikan barang-barang. Pesta pernikahan Fathimah dan Ali dirayakan dengan menyembelih seekor domba dan membuat makanan dari gandum yang dikumpulkan oleh orang-orang Anshar.

Pada malam pernikahan mereka, menurut Buraydah, Rasulullah saw meminta sebuah bejana dan berwudhu dari bejana itu kemudian menuangkan air ke tubuh Ali. Kemudian beliau berkata," Ya Allah, berkatilah mereka dan limpahkanlah karunia atas mereka dan berkatilah keturunan mereka."

Hari-hari seusai pernikahan dilalui Fathimah dengan kesederhanaan bersama suaminya. Mereka tidur di atas kulit domba dengan bantal berisi jerami. Perabot rumah yang dimiliki putri Rasulullah ini hanya dua buah penggilingan, sebuah bejana air dan dua buah kantung kulit dari air. Fathimah bahkan mengerjakan semua pekerjaan rumah tangganya sendiri.

Suatu hari Ali berkata kepada Fathimah," Demi Allah aku telah menimba air sampai dadaku luka. Allah telah memberikan ayahmu tawanan perang, pergi dan mintalah kepada beliau seorang pelayan." Fathimah pun berkata, "Demi Allah, aku telah menumbuk gandum sampai tanganku lecet."
Fathimah lalu menemui Rasulullah. Tetapi ia merasa sungkan untuk mengemukakan maksudnya dan akhirnya, ia kembali pulang. Bersama suaminya, ia kemudian menghadap Rasulullah saw untuk mengutarakan maksudnya. Tetapi Rasulullah saw menolak permintaan mereka sehingga merekapun pulang dengan tangan hampa.

Pada malam harinya, Rasulullah mendatangi Fathimah dan Ali saat keduanya sudah berada di bawah selimut. Saat mereka akan bangkit, Rasulullah melarangnya. Beliau berkata," Tetaplah di situ. Maukah kalian kuceritakan sesuatu yang lebih baik dari yang kalian minta tadi?"
"Tentu saja." Jawab mereka berdua. Rasulullah meneruskan, "Yaitu beberapa kalimat yang diajarkan Jibril kepadaku. Setiap selesai shalat, ucapkanlah subhanallah sepuluh kali, Alhamdulillah sepuluh kali dan Allahu akbar sepuluh kali. Dan ketika kalian beristirahat di tempat tidur, ucapkanlah Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali dan Allahu Akbar 33 kali.

Dari pernikahannya ini, Fathimah dikaruniai empat orang anak: Hasan, Husein, Ummu Kultsum dan Zainab. Perkawinan mereka berlangsung selama kira-kira sebelas tahun sampai Fathimah meninggal dunia. Selama menjadi suami Fathimah, Ali tidak pernah menikah dengan perempuan lain.

Awal bulan Ramadhan tahun ke 11 hijrah Fathimah jatuh sakit. Kondisi kesehatan Fathimah terus memburuk. Menurut Salma, menjelang akhir hidupnya Fathimah berkata kepadanya, "Tuangkanlah air untuk aku mandi." Maka Salma menuangkan air untuknya. Kemudian Fathimah meminta baju yang baru dan mengenakannya sebelum berkata lagi, "Angkat tempat tidurku ke tengah-tengah ruangan." Salma memindahkan tempat tidur itu dan kemudian Fathimah berbaring menghadap kiblat.

Beberapa waktu berselang Fathimah berkata, "Ibu, aku akan menemui ajal sekarang. Aku telah mandi. Jadi jangan biarkan orang lain membuka bahuku." Tak lama kemudian, Fathimah meninggal dunia. Ia meninggal pada tanggal 7 Ramadhan, enam bulan setelah wafatnya Rasulullah saw. Sesuai dengan apa yang disampaikan Rasulullah saw menjelang wafatnya Fathimah adalah keluarganya yang paling cepat menyusul beliau.

Imam Syafi'I

Nama dan Nasab
Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Usman bin Safi'I dan bertemu nasabnya dengan nabi Muhammad dengan Abdul Manaf 

Kelahiran
Lahir pada tahun 150 H di Ghozah dan ibunya membawa beliau ke Mekkah setelah beliau berusia 2 tahun dan dari ibunya tersebut beliau belajar al qur'an 

Guru-guru
Diantara guru-guru beliau adalah paman beliau sendiri Muhammad bin Ali kemudian abdul Aziz bin Majisun dan kepada imam Malik beliau belajar Al Muwatho' 

Kehidupan ilmiah
Pada usia 10 tahun beliau belajar bahasa dan syair hingga mantab. Kemudian belajar fiqih , hadis dan al qur'an kepada ismail bin qostantin, kemudian menghafal muwatho' dan mengujikannya kepada imam Malik. Imam Muslim bin Kholid mengijinkan beliau berfatwa ketika beliau berusia 10 tahun atau kurang. Menulis dari Muhammad bin Hasan ilmu fiqih. Imam Malik melihat kekuatan dan kecerdasan beliau sehingga memuliakan dan menjadikan Syafi'i sebagai orang dekatnya 

Murid-murid
Diantara murid beliau adalah imam Ahmad, Khumaidi, Abu Ubaid, Al Buthi, Abu Staur dan masih banyak yang lain. 

Peranan dalam membela sunnah
Beliau memeliki kedudukan tersendiri yang membedakan diantara ahlul hadis yang lain. Beliaulah yang meletakkan kaidah-kaidah riwayat pembelaan terhadap sunnah dan memiliki beberapa pendapat yang berbeda dengan imam Malik dan Abu Hanifah, yaitu bahwa sebuah hadis apabila sahih maka wajib mengamalkannya walaupun tidak dilakukan oleh ahlul madinah (seperti yang disyararatkan oleh imam Malik dan Abu Hanifah). Dengan ini beliau dijuluki nasirussunnah (penolong sunnah) dan tidaklah dapat diingkari oleh setiap yang menulis mustholah hadis dan pembahasan sunnah serta kitab ussul bahwa mereka mengikuti apa yang ditulis oleh safi'i. 

Pokok pendapat beliau
Pokok pendapat beliau sebagaimana pendapat imam yang lain adalah beramal dengan kitab dan sunnah serta ijma'. Kelebihan beliau adalah beramal dengan kitab dan sunnah seta ijma' lebih luas dari pada imam Malik dan Abu Hanifah karena beliau menerima hadis ahad 

Perkataan ulama' tentang beliau
Para ulama' ahlul hadis dijaman ini apabila berkata maka mereka berkata menggunakan perkataan imam Syafi'i. Imam Ahmad berkata, 'tidaklah ada orang yang menyentuh pena dan tinta kecuali Syafi'i. Dan tidaklah kita mengetahui sesuatu yang global dari tafsir dan nasih mansuh dari hadis kecuali setelah duduk bersama imam Syafi'i."

Ahmad bin hambal pernah berkata pada ishaq bin rokhuyah "kemarilah aku tunjukkan kepadamu seorang laki-laki yang engkau belum pernah melihat yang semisalnya maka dia membawaku kepada imam syafi'i." 
 
Perkataan imam syafi'i
  1. tidaklah saya berdebat dengan seseorang kecuali agar ia tepat , benar dan tertolong dan ia mendaptkan penjagaan serta pengawasan Allah dan tidaklah saya berdebat dengan seseorang kecuali saya tidak perduli apakah Allah akan menjelaskan kebenaran dari mulutju atau mulut dia.
  2. amalan yang paling hebat ialah dermawan dalam kondisi sempit, menjaga diri ketika sendirian dan mengucapkan kalimat yang benar dihadan orang yang berharap dan yang takut
  3. bantulah dalam berkata dengan diam dan mengambil hukum dengan berfikir
  4. barang siapa belajar al qur'an maka ia akan agung dipandangan manusia, barang siapa yang belajar hadis akan kuat hujjahnya , barang siapa yang belajar nahwu maka dia akan dicari, barang siapa yang belajar bahasa arab akan lembut tabiatnya, barang siapa yang belajar ilmu hitung akan banyak fikirannya, barang siapa belajar fiqih akan tinggi keddukannya, barang siapa yang tidak mampu menahan dirinya maka tidak bermanfaat ilmunya dan inti dari itu semua adalah taqwa.
Wafat beliau
Wafat pada tahun 204 H. setelah memenuhi dunia dengan ilmu dan ijtihad beliau dan memenuhi hati-hati manusia dengan cinta pengagungan dan kecondongan pada beliau.

Mengenal Hadits-Hadits Dho'if 4

Penjagaan Allah terhadap agamanya sangatlah nyata. Dibuktikan dengan dijaganya dua sumber hukum Islam yaitu Al Quran dan Al Hadits. Berkaitan dengan hadits Nabawy, di setiap zaman dan waktu senantiasa tegak para ulama ahli hadits yang membongkar berbagai perkataan yang disandarkan kepada Nabi, namun sebenarnya bukan. Buahnya adalah, umat islam dengan mudah menemukan hadits yang sah, untuk dipraktikan dalam dataran kenyataan. Dan meninggalkan hadits-hadits yang lemah atau bahkan palsu dari praktik keseharian.

Diantara hadits lemah yang diangkat oleh al-madina kali ini adalah:

'Kita kembali dari jihad yang kecil kepada jihad yang besar'.
Hadits tidak ada asalnya (Majmu' fatawa 11/197) 

'Seorang yang berilmu (faqih) lebih berat bagi syetan daripada seribu orang ahli ibadah'.
Hadits batil ( Hadits dhoifah dan bathilah 28/108) 
 
'Barangsiapa yang berpegang teguh dengan sunnahku di saat terjadi kerusakan umat maka baginya pahala seratus orang yang mati syahid.'
Hadits dhoif jiddan/sangat lemah ( Silsilah dhoifah 1/133/326)
 
'Sesungguhnya termasuk dari sunnah mengantarkan tamu sampai ke pintu rumah.'
Hadits dhoif ( Dhoif jami' shaghir wa ziyadatuhu 290/1996)